Kala Itu
Kala Itu ditulis berdasarkan kepergiannya yang disengaja dan kemampuanku untuk melupakannya yang terpaksa.
1.
Aku senang ketika dia meniup gelembung
Aku selalu penasaran setinggi manakah gelembung itu akan terbang melayang
Akan tinggikah atau rendahkah?
Namun dibalik rasa penasaranku, tersimpan sebuah harapan
Harapan bodoh dimana aku berharap agar gelembung itu tidak akan pecah
Akulah gelembung itu, gelembung yang ditiup olehnya, yang terbang tinggi oleh buaiannya
Hingga sampai dititik tertiggi pecah menjadi butiran rasa sakit
1.
Aku senang ketika dia meniup gelembung
Aku selalu penasaran setinggi manakah gelembung itu akan terbang melayang
Akan tinggikah atau rendahkah?
Namun dibalik rasa penasaranku, tersimpan sebuah harapan
Harapan bodoh dimana aku berharap agar gelembung itu tidak akan pecah
Akulah gelembung itu, gelembung yang ditiup olehnya, yang terbang tinggi oleh buaiannya
Hingga sampai dititik tertiggi pecah menjadi butiran rasa sakit
2.
dia adalah dia
bagiku sangat sulit mendapatkannya
jangankan untuk mendapatkannya,
membaca pikirannya saja aku tak sanggup.
dia adalah dia
terlalu jauh untuk digapai
terlalu mustahil untuk digenggam
dia adalah dia
biruku yang semu.
bagiku sangat sulit mendapatkannya
jangankan untuk mendapatkannya,
membaca pikirannya saja aku tak sanggup.
dia adalah dia
terlalu jauh untuk digapai
terlalu mustahil untuk digenggam
dia adalah dia
biruku yang semu.
3.
sampai saat ini rasa itu masih ada
rasa yang sama untuk orang yang sama
berulang kali aku mencoba untuk mendoktrin pikiran ini
namun nihil
rasa sayang ini kembali menang dari rasa sakit
rasa yang sama untuk orang yang sama
berulang kali aku mencoba untuk mendoktrin pikiran ini
namun nihil
rasa sayang ini kembali menang dari rasa sakit
4.
Perasaanya mulai redup
Namun sajakku tetap utuh
Dia mulai menjauh hingga bayangnya hilang
Dan aku terus berlari, mengejarnya
Tangisku menjadi tawanya
Dan tawaku bukan urusannya.
Namun sajakku tetap utuh
Dia mulai menjauh hingga bayangnya hilang
Dan aku terus berlari, mengejarnya
Tangisku menjadi tawanya
Dan tawaku bukan urusannya.
5.
dengan matanya yang teduh, dia berkata “tinggalah maka akan kuberi rumah yang nyaman, namun jika kau ingin pergi akan kuberi kau sayap untuk bebas.”
dengan mantap aku menjawab “aku ingin rumah yang nyaman”
lalu dia menghilang dengan ingatan yang masih tersimpan
dengan mantap aku menjawab “aku ingin rumah yang nyaman”
lalu dia menghilang dengan ingatan yang masih tersimpan
6.
“tak usah khawatir, aku tak kemana. aku akan datang ketika waktunya tepat. akan ku balikkan rumahmu, percayalah. justru kau yang kutakutkan, akankah kau tetap bertahan?”, katamu.
dan lihatlah siapa yang bertahan.
siapa yang bertahan memikul beban dari awal?
siapa yang bertahan dalam sangkal bahwa ini akan baik-baik saja?
dan siapa yang sudah membangun tembok yang tinggi?
dan lihatlah siapa yang bertahan.
siapa yang bertahan memikul beban dari awal?
siapa yang bertahan dalam sangkal bahwa ini akan baik-baik saja?
dan siapa yang sudah membangun tembok yang tinggi?
7.
bagaimana bisa aku lupa
dengan senyummu yang tidak pernah bisa kutebak sebabnya
bagaimana bisa aku lupa
dengan tawamu yang muncul setiap tingkah bodohku
bagaimana
bisa aku lupa
dengan
hentakan kakimu yang berjalan disampingku
dan
bagaimana bisa aku lupa
bahumu
yang mulai menjauh meniggalkanku.
8.
Keberadaanmu kembali
mengingatkanku bagaimana kepergianmu dulu, kepergian yang memaksakanku melalui dua tahap yang menyiksa ragaku. Tahap pertama mungkin tahap favoritmu, aku
yang menyalahkan diriku atas kepergianmu. Tahap yang paling menyita waktu untuk
berbulan-bulan aku berusaha memperbaiki diriku atas kesalahan yang aku tidak
tahu apa namun kulimpahkan seutuhnya di pundakku. Tahukah kau rasanya
bagaimana? Seperti dandelion yang terbang dan tidak tahu dimana tempat
bersinggah. Rancu. Tahap kedua sudah jelas tahap favoritku, aku yang
menyalahkan dirimu atas kepergianmu. Kau yang salah atas pilihanmu memilih
perempuan lain dibanding aku. Tapi nyatanya walaupun tahap ini tahap favoritku,
tetap saja tahap ini yang paling sebentar. Karena seberapa keras aku mencoba
aku akan kembali ke tahap ketiga, ketidakmampuanku untuk membenci mu.
mungkin kamu bertanya mengapa ada 8 tulisan, 8 adalah angka yang menggambarkan ketidakterbatasan. begitupula kesedihan, tidak terbatas menghantui setiap kepala.
Comments
Post a Comment