Sejarah dan Makna Tor-Tor Sipitu Cawan

Sejarah dan Makna Tortor Cawan
               Suku Batak tak melulu dikenal sebagai suku yang Tegas dan bersuara Keras, Suku Batak juga terkenal dengan keunikan dan eksotisme kebudayaanya. Salah satu kebudayaan batak yang sudah sangat terkenal sampai keberbagai penjuru dunia yaitu Tortor. Tortor merupakan tarian khas dari tanah Batak.

                Menurut budayawan Togarma Naibaho, pendiri Sanggar budaya batak, Gorga, kata Tor-tor berasal dari suara hentakan kaki penarinya di atas papan rumah adat Batak. Penari bergerak dengan iringan Gondang yang juga berirama menghentak. Gerakan tortor merupakan kombinasi dari gerakan kaki (jinjit-jinjit) dan gerakan tangan.

                 Tortor mengemban peran yang sangat penting dalam tatanan kehidupan orang batak, Tortor digunakan dalam berbagai acara / ritual acara-acara adat batak. Tortor batak itu sendiri sebenarnya beragam, tergantung pada penggunaanya dalam ritual/acara adat yang sedang dilangsungkan, beberapa jenis diantaranya seperti, Tortor Somba (tarian Menyembah), Tortor Pangurason (Tarian Pembersihan), Tortor tunggal Panaluan , Tortor Sipitu Cawan (Tarian Tujuh Cawan


           Kali ini kita akan membahas satu jenis Tortor yakni Tortor Sipitu Cawan (Tortor Tujuh Cawan), . Sipitu berarti Tujuh, Seperti namanya, Ciri Khas dari Tarian ini adalah penggunaan Tujuh Cawan , Konon 7 cawan tersebut adalah simbol dari 7 Bidadari.

        
         Berawal dari sebuah mimpi seorang raja batak keturunan Guru Tatea Bulan , di kawasan Desa Sianjur Mula-mula, Puncak Pusuk Buhit, Kabupaten Samosir. Dalam mimpinya, sang raja bermimpi bahwa kawasan pegunungan pusuk buhit tempat keturunan pertama si raja batak akan runtuh, sehingga, akibat mimpi tersebut sang raja pun terus menerus gelisah.


           Kemudian sang raja memerintahkan Panglimanya (Panglima Ulu Balang) agar memanggil seorang ahli nujum yang bergelar Guru Pangatiha untuk menanyakan arti mimpinya. Namun sang Guru Pangatiha mengaku tidak tahu arti mimpi sang raja, akan tetapi Guru Pangatiha meminta supaya raja menggelar sebuah acara ritual yang dinamakan acara membuka debata ni parmanukon atau membuka tabir mimpi.

            Oleh Guru Pangatiha, kemudian meminta sang raja agar acara membuka tabir mimpi ini dilaksanakan sebelum bulan purnama tiba atau dalam bahasa batak disebut Bulan Samisara.


Akan tetapi, untuk membuka tabir mimpi itu jelas-jelas tidak dapat terpenuhi, akan tetapi untuk menangkis hal-hal buruk yang akan terjadi ke daerah kekuasaannya, Guru Pangatiha menghimbau agar sang raja memanggil seorang sibaso atau dukun perempuan, dimana dukun perempuan yang diyakini masih gadis itu bergelar SIBASO BOLON PANURIRANG PANGARITTARI.


            Selanjutnya, oleh dukun perempuan tersebut bersama enam gadis lainnya datang memenuhi panggilan raja untuk membersihkan daerahnya dari mara bahaya, ketujuh gadis tersebut kemudian menari sambil menjingjing sebuah mangkuk atau cawan dikepala masing-masing dengan diiringi alunan musik gondang batak.

            Dengan tarian barbau mistis, ketujuh gadis itupun menari-nari sambil menyiramkan air dalam sawan/cawan keseluruh arah penjuru desa. Hal ini dimaksudkan untuk mengusir roh-roh jahat yang akan masuk kewilayah kekuasaan raja.

            Tari Tor Tor Sipitu Cawan mempunyai sebuah makna yang sangat disakralkan oleh masyarakat Batak, terutama dalam gerakan tarian yang ditampilkan oleh beberapa orang penarinya. 

            Cawan tersebut berisikan yang berisikan air perasan Jeruk Purut diyakini masyarakat Batak sebagai media pembersihan, terutama pembersihan diri maupun lokasi dimana tarian Tor Tor Sipitu Cawan ini sedang di gelar. Sehingga apabila kita melihat beberapa pergelaran akbar masyarakat Batak, maka kita akan menemukan beberapa orang yang sedang melakukan tradisi pembersihan diri dan lokasi dengan menggunakan media jeruk purut dan beberapa media lainnya.


 

   Tari Tor Tor  Seni Budaya Sumatera Utara


Tari Tor Tor Suku Batak
Kategori: Seni Budaya | Area: Sumatera Utara
          Ketika kita dengar kata “Tor Tor Batak” maka kita akan membayangkan sekelompok orang (Batak Toba) yang menari (manortor) diiringi seperangkat alat musik tradisional (gondang sabangunan), dengan gerakan tari yang riang gembira, melenggak-lenggok yang monoton, yang diadakan pada sebuah pesta suka maupun duka di wilayah Tapanuli. Tari Tor Tor ini juga sangat terkenal sampai ke penjuru dunia, ini terbukti dari banyaknya turis manca negara maupun lokal yang ingin belajar tarian ini, hal ini dikarenakan masyarakat Batak yang pergi merantau pun dengan bangga selalu menampilkan Tari Tor Tor Sumatera Utara ini dalam acara perhelatannya.



           Tari Tor Tor merupakan salah satu jenis tari yang berasal dari suku Batak di Pulau Sumatera. Sejak sekitar abad ke-13, Tari Tor Tor sudah menjadi budaya suku Batak. Perkiraan tersebut dikemukakan oleh mantan anggota anjungan Sumatera Utara 1973-2010 dan pakar Tari Tor Tor. Dulunya, tradisi Tor Tor hanya ada dalam kehidupan masyarakat suku Batak yang berada di kawasan Samosir, kawasan Toba dan sebagian kawasan Humbang. Namun, setelah masukknya Kristen di kawasan Silindung, budaya ini dikenal dengan budaya menyanyi dan tarian modern.

         Di kawasan Pahae dikenal dengan tarian gembira dan lagu berpantun yang disebut tumba atau juga biasa disebut Pahae do mula ni tumba.
Sebelumnya, tarian ini biasa digunakan pada upacara ritual yang dilakukan oleh beberapa patung yang terbuat dari batu yang sudah dimasuki roh, kemudian patung batu tersebut akan “menari”.
Jenis Tari Tor Tor:
·         Tor Tor Pangurason yaitu tari pembersihan yang dilaksanakan pada acara pesta besar. Namun sebelum pesta besar tersebut dilaksanakan, lokasi yang akan digunakan untuk acara pesta besar wajib dibersihkan dengan media jeruk purut. Ini diperuntukkan, pada saat pesta besar berlangsung tidak ada musibah yang terjadi.
·          
·         Tor Tor Sipitu Cawan atau disebut juga Tari Tujuh Cawan. Tor Tor ini dilaksanakan pada acara pengangkatan raja. Tor Tor Sipitu Cawan menceritakan 7 putri yang berasal dari khayangan yang turun ke bumi dan mandi di Gunung Pusuk Buhit dan pada saat itu juga Pisau Tujuh Sarung (Piso Sipitu Sasarung) datang.
·          
·         Tor Tor Tunggal Panaluan yang merupakan suatu budaya ritual. Kemudian ada Tor Tor Tunggal Panaluan yang dilaksanakan pada saat upacara ritual apabila suatu desa sedang dilanda musibah. Untuk Tor Tor ini, penari dilakukan oleh para dukun untuk mendapatkan petunjuk dalam mengatasi musibah tersebut.
 


       Sekarang ini Tari Tor Tor menjadi sebuah seni budaya bukan lagi menjadi tarian yang lekat hubungannya dengan dunia roh. Karena seiring berkembangnya zaman, Tor Tor merupakan perangkat budaya dalam setiap kehidupan adat suku Bata k.
Penari Tor Tor SumateraDalam hal tata busana tari Tor Tor sangatlah sederhana. Seseorang yang ingin menari Tor Tor dalam sebuah pesta yang diikuti, cukup dengan memakai ulos yang merupakan tenunan khas Batak. Ulos yang digunakan ada dua macam, ulos untuk ikat kepala dan ulos untuk selendang. Namun motif ulos yang akan digunakan harus sesuai dengan pesta yang diikuti.
Selain sederhana dalam hal busana, Tor Tor juga sederhana dalam hal gerakan. Gerakan tangan dan kaki yang cukup terbatas merupakan salah satu ciri tarian Tor Tor Sumatera Utara.


              Hentakan kaki dari penari bergerak mengikuti iringan magondangi. Magondangi sendiri terdiri dari berbagai alat musik tradisional yaitu gondang, tagading, suling, terompet batak, ogung (doal, panggora, oloan), sarune, odap gordang dan hesek. Sebagaimana disebutkan di atas bahwa gerak Tor Tor Batak berbeda dalam setiap jenis musik yang diperdengarkan dan berbeda pula gerak Tor Tor laki-laki dan gerak Tor Tor perempuan. Menurut para pemerhati Tor Tor, bahwa Tor Tor yang dilakonkan juga dibedakan antara Tor Tor Raja dengan Tor Tor Natorop. Sementara perangkat lain dalam acara tortor Batak biasanya harus ada orang yang menjadi pemimpin kelompok Tor Tor dan pengatur acara/juru bicara (paminta gondang), untuk yang terakhir ini sangat dibutuhkan kemampuan untuk memahami urutan gondang dan jalinan kata-kata serta umpasa dalam meminta gondang.
Bagaimanapun juga, Tor Tor Batak adalah identitas seni budaya masyarakat



               Batak yang harus dilestarikan dan tidak lenyap oleh perkembangan zaman dan peradaban manusia. Tari Tor Tor Batak mengandung nilai-nilai etika, moral dan budi pekerti yang perlu ditanamkan kepada generasi muda. Dan ini merupakan tugas kita bersama sebagai warga negara Indonesia agar tidak ada lagi seni budaya asli peninggalan nenek moyang bangsa kita yang diklaim oleh negara lain


Tortor Cawan (Tari Cawan) yang menawan


http://indoparsada.blog.com/files/2012/03/Sawan2.jpeg
“Sawan nahujunjung on,
marisi mual pangurasanon.
Margondang ho amanguda,
asa manortor ahu sabornginon

Tarise ho doli-doli,
mambahen adat nasuman denggan”
Teks di atas adalah lirik satu repertoar lagu Opera Batak yang dicipta pionirnya bernama Tilhang Gultom dan sedikit telah memperkenalkan tortor saoan (tari cawan) dari Toba. Digambarkan dalam lirik tersebut, ada seorang yang siap sedia menari semalaman dengan menjinjing cawan.
Coba bayangkan sebuah cawan di atas kepala akan dijinjing terus selama menari! Hitung-hitung cawannya bisa jatuh dan pecah. Soalnya cawan yang dijinjing itu biasanya dari bahan porselen putih buatan Cina dengan besaran yang bisa berbeda-beda. Cawan terbesar dapat berdiameter kira kira 6 centimeter dan terkecil 2,5 cm. Cawan itu juga terisi air. Kalau tumpah bisa bikin basah tempat menari atau penarinya sendiri. Seorang penari yang cawannya jatuh dianggap merasa malu karena hal itu dianggap pelanggaran.
Seorang penari cawan sesungguhnya termasuk penari yang handal. Di samping kehandalannya mempertahankan cawan di atas kepala, dia harus mampu bergerak ke sana ke mari dengan variasi melompat dan menghentakkan tangan. Selain itu hal yang dijaga tentu interaksinya dengan iringan musik. Sehingga tari cawan kelihatan menggetarkan, menantang, dan eksotik. Tidak banyak orang berani menjadi penari cawan karena persoalannya bukan sekedar menjinjing cawan itu.
Dulu seorang penari cawan dikenal sebagai seorang si Baso (dukun perempuan) yang berfungsi dalam ritus. Jadi status sebenarnya bukan seorang penari. Namun karena kemampuan supranatural dan sebagai medium atau terapis, semua gerak dalam tariannya menjadikan dukun perempuan dianggap penari yang layak dan pintar. Sampai saat ini pelaku penari cawan masih tetap dari kalangan perempuan karena kontek awalnya itu dan ditarikan oleh satu orang.
http://indoparsada.blog.com/files/2012/03/Sawan.jpeg
Perkembangan Tari Cawan
Tari cawan dalam konteks awalnya tak mungkin lagi dimunculkan tanpa ritus. Memang masih dapat ditemukan satu dua penari yang masih menari dengan keaslian ritus. Keaslian itu mencakup aspek material yang dibawakan bersama cawan yang dijinjing dan musik pengiringnya. Musik pengiring tari cawan mengikuti iringan musik yang namanya gondang sabangunan, sejenis ensambel yang dilengkapi dengan sejumlah instrumen seperti ogung (gong), taganing (gendang Batak), sarune bolon (serunai besar), dan tokkel (botol pengatur ritme). Repertoar musik tertentu mengiringi tari cawan.
Cawan yang digunakan dalam konteks ritus berisi air suci. Berdasarkan lirik teks di atas air suci itu disebut dengan pangurasion. Simbol air suci dalam tradisi Batak terbuat dari air murni yang diambil dari sumber mata air pada subuh hari dan kemudian dicampur dengan jeruk purut. Pertanda klimaks tarian, air suci itu dipercikkan ke mana-mana dengan bane-bane (sejenis daun) yang diletakkan juga sebelumnya di cawan itu. Tim-tim tertentu dari Sumatera Utara telah pernah mengusung tari cawan yang asli itu ke sejumlah negara di Eropa untuk misi kesenian.
http://indoparsada.blog.com/files/2012/03/sawan4.jpeg
Bagaimana tari cawan dengan sejumlah penari? Tentu menjadi perkembangan menarik dalam dunia seni pertunjukan. Inspirasi koreografi untuk menampilkan tari cawan dengan sejumlah penari mungkin mulai muncul melalui tradisi pertunjukan variatif (variety show) dalam Opera Batak. Terutama karena repertoar lagu atau lirik di atas sejumlah koerografi tari cawan telah muncul pada sejumlah peristiwa. Di restoran Bagus Bay Tuktuk (Samosir) tari cawan dapat dinikmati pada jadwal tertentu tiap minggu. Suatu ketika pada acara Eco Art di Samosir Agustus 2004 lalu tari cawan dihadirkan juga. Ketika sebuah grup terbaru Opera Batak muncul di Tarutung Agustus 2002 lalu tari cawan itu dieksplor sekaligus dengan iringan lagunya. Satu dari empat orang penarinya menyanyikan lirik di atas dengan modifikasi gerak yang berbeda dengan tiga penari lain. Untuk kesempatan selanjutnya, lirik lagu tersebut akan dinyanyikan dengan terjemahannya yang janggal daniringan musik uning-uningan (ensambel musik tanpa gong dan menggunakan serunai kecil dan kecapi).
http://indoparsada.blog.com/files/2012/03/sawan3.jpeg

“Cawan yang di kepala,
berisi air yang suci.
Bermusiklah o, Pak Uda,
biar menari aku semalam.

Siapa kau anak muda,
membuat adat semakin baik

Comments

  1. ada tidak buku tulang yang membahas khusus taro tortor sipitu sawan?

    ReplyDelete
    Replies
    1. maaf saya tidak punya buku, tapi saya punya jurnal yang membahas tari tor-tor sipitu cawan

      Delete
    2. Boleh saya tau judul bukunya apa kakak?

      Delete

Post a Comment

Popular Posts