AIDS-HIV dan Keberadaan Manusia yang Resisten dengan HIV



Acquired immun deficiency syndrom (AIDS) merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang disebabkan oleh infeksi virus, yang menyerang sel darah putih di dalam tubuh (limfosit), seringkali dikenal dengan human immunodeficiency virus (HIV). AIDS bukanlah suatu penyakit, penderita AIDS yang meninggal tidak disebabkan oleh AIDS itu sendiri. Penderita AIDS meninggal disebabkan oleh virus yang menyerang sel darah putih dan mengakibatkan turunnya kekebalan tubuh penderita. Rendahnya kekebalan tubuh menyebabkan penyakit-penyakit akan menyerang tubuh penderita dan berujung kematian.
Terdapat 5 teori yang memaparkan asal-usul AIDS, yaitu Teori Kera Hijau (Dr. Robert Gallo), Teori Chimpanse (Lawrence K. Altman), Teori Pencemaran Vaksin, Teori Penyakit Buatan Manusia, dan Teori Konspirasi. Teori Kera Hijau menjelaskan bahwa HIV berasal dari kera hijau Afrika, dan berpindah masuk menyerang bangsa kulit hitam (cross-species transmission). Kedua, Teori Chimpanse menjelaskan bahwa HIV berasal dari seekor simpanse yang berada pada hutan di Afrika terbukti positif HIV pada tahun 1985. Ketiga, Teori Pencemaran Vaksin menjelaskan bahwa HIV berasal dari vaksin polio yang terkontaminasi dengan virus-virus kera dan simpanse, yang diberikan pada penduduk Afrika di dasarwasa 1950-an. Keempat, Teori Penyakit Buatan Manusia menjelaskan bahwa AIDS muncul sebagai hasil percobaan Amerika sebagai pengembangan senjata biologi baru. Sedangkan, Teori Konspirasi menjelaskan bahwa HIV merupakan rekayasa manusia untuk memusnahkan sebagian besar orang berkulit hitam serta homoseksual. Walaupun terdapat 5 teori yang menjelaskan asal-usul HIV, teori tersebut masih sangat umum, dan belum bersifat komprehensif sehingga terjadi perdebatan ilmiah terkait keabsahan teori tersebut.
            AIDS sudah muncul pada tahun 1981 di Amerika Serikat, ketika dokter melaporkan adanya penyakit pneumonia, dan kanker yang langka pada laki-laki homoseksual. Hingga saat ini, AIDS menyerang sekitar 65 juta orang di dunia, dengan  korban 30 juta orang yang mengalami kematian. Gejala AIDS menjadi penyebab sekitar 3,1% kematian di dunia setelah tuberkulosis (2,4%), kanker paru-paru (2,4%), dan kecelakaan lalu lintas (2,1%). Penderita AIDS yang telah terinfeksi HIV dapat menularkan virus tersebut ke orang lain melalui darah, sperma, cairan vagina, dan air susu ibu (ASI) melalui hubungan seksual, oral seksual, jarum suntik, transfusi darah, proses melahirkan (dari ibu ke anak), atau proses menyusui. HIV akan masuk ke dalam tubuh, dan berikatan dengan koreseptor, yaitu CCR5 (protein pada permukaan sel), dan bereplikasi (memperbanyak diri) di dalam tubuh penderita.
            Sampai saat ini belum ditemukan obat atau vaksin yang dapat menyembuhkan AIDS tersebut. Normalnya, penderita AIDS akan diberi pengobataran Antiretroviral (ARV), untuk menurunkan jumlah virus HIV di dalam tumbuh. Azidothymidine (AZT) merupakan antiretroviral pertama yang diakui dapat menyerang virus HIV. AZT bekerja dengan menyerang enzim reverse transcriptase yang berfungsi sebagai penyusun DNA, dan building blocks virus. Namun, seiring berjalannya waktu, keefektifan AZT menyerang virus semakin berkurang. Hal tersebut oleh karena populasi virus yang resisten terhadap AZT yang meningkat, sehingga virus yang resisten terhadap AZT akan tetap bereplikasi dan jumlahnya akan tetap meningkat.
            Virus HIV membutuhkan koreseptor, yaitu CCR5 untuk masuk kedalam sel tubuh manusia. Di dalam tubuh, CCR5 berfungsi untuk mengkode pasangan-G protein pada kemokin, yang berikatan dengan koreseptor. Kemokin dan reseptor akan membentuk hubungan regulator, yang mengatur perkembangan dan aktivasi limfosit. Selain itu, kemokin memegang peran utama pada respon imun untuk menyerang patogen-patogen. Umumnya, strain HIV-1 menggunakan CCR5 pada koreseptor untuk masuk ke sel CD4+T dan makrofag. Pada populasi manusia yang normal, CCR5 merupakan protein pada permukaan sel. Namun, terdapat mutasi genetik berupa delesi 32 pasangan basa (∆32) pada populasi manusia, yang resisten terhadap HIV yang biasanya ditemukan pada orang Eropa (sekitar 9%). Manusia dengan CCR5 yang termutasi, atau CCR-∆32 akan resisten terhadap HIV. Hal tersebut oleh karena HIV yang tidak dapat berikatan dengan koreseptor, sehingga HIV juga tidak bereplikasi di dalam tubuh. Populasi orang Eropa yang mengalami mutasi genetik CCR-∆32, diduga merupakan populasi orang-orang yang bertahan hidup setelah wabah small pox dan black death, yang mana virus small pox telah dieradikasi pada tahun 1980. Populasi yang berhasil bertahan hidup akan menurunkan mutasi genetik ke keturunannya, sehingga sampai sekarang CCR-∆32 dapat ditemukan di beberapa orang Eropa. Alhasil, Mutasi CCR-∆32 merupakan bentuk dari seleksi positif yang menguntungkan dalam bentuk resistensi terhadap HIV.
  
Sumber:
Galvani, A. P & J. Novembre. 2005. The evolutionary history of the CCR-∆32 HIV-resistance mutation. Microbes and Infection 7: 302–309 hlm.
Herron, J. C & S. Freeman. 2014. Evolutionary Analysis 5th. United States of America, Pearson Education: ix + 830 hlm.
Najib, A. 2015. Pola Kebijakan Penanggulangan dan Penularan Terhadap Perkembangan Virus HIV/AIDS dan Peran Bagi Pekerja Sosial. Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta 1(2): 189–216 hlm.

Comments

Popular Posts