Review Tentang Chiroptera


Chrioptera merupakan ordo dari kelelawar (Blumenbach, 1779). Ordo Chiroptera tergolong dalam kelas mamalia yang satu-satunya bisa terbang. Meskipun demikian, ada beberapa perbedaan dari kelelawar dengan jenis hewan lainnya yang juga memiliki kemampuan untuk terbang. Perbedaan tersebut menjadi ciri khusus yang hanya dimiliki oleh kelelawar. Sayap kelelawar terbentuk karena adanya perpanjangan jari kedua sampai jari kelima yang ditutupi selaput terbang atau patagium, sedangkan jari pertama bebas dan berukuran relatif normal. Kelelawar memiliki cakar pada jari kedua, terutama pada famili Pteropodidae. Pada umumnya banyak kelelawar tidak memiliki ciri tersebut. Chrioptera ini bersifat nokturnal karena aktif mencari makan dan terbang hanya pada waktu malam hari, sehingga kelelawar memerlukan tempat bertengger (roosting area) dan tidur dengan bergelantung terbalik pada siang hari. Dijelaskan lebih lanjut bahwa sayap kelelawar sangat sensitif terhadap dehidrasi (kekurangan air).
            Pembagian Ordo Chriroptera yang lama diklasifikasikan menjadi dua jenis subordo, yaitu Megachiroptera (175 jenis spesies) dan Microchiroptera (788 jenis spesies). Sub-ordo Megachiroptera merupakan kelelawar pemakan buah-buahan; sedangkan sub-ordo Microchiroptera kelelawar pemakan serangga. Sub-ordo Megachiroptera berukuran besar, telinga tidak memiliki 4 tragus (bagian yang menyerupai tangkai dalam telinga) atau anti tragus (bagian datar yang terletak dalam telinga), cakar ditemukan pada jari sayap kedua dan terdiri atas dua tulang jari. Megachiroptera memiliki kuku pada jari kedua yang tidak dimiliki Microchiroptera.  Sub-ordo Microchiroptera berukuran kecil, telinga memiliki tragus atau anti tragus, jari sayap kedua tidak bercakar dan tidak memiliki tulang jari. Pada umumnya sebagian besar sub-ordo Microchiroptera memiliki telinga yang besar dan kompleks, memiliki tragus dan anti tragus. Sub-ordo Microchiroptera menggunakan ekolokasi yang rumit untuk orientasi (navigasi) dan tidak menggunakan penglihatan pada saat terbang, serta umumnya memiliki mata kecil. Sub-ordo Megachiroptera lebih menggunakan penglihatan pada saat terbang, memiliki mata yang menonjol dan terlihat jelas, meskipun beberapa jenis marga Rousettus ditemukan menggunakan ekolokasi. Ekolokasi merupakan kemampuan kelelawar menangkap pantulan gelombang ultrasonik dari suara kelelawar yang bersentuhan dengan benda diam atau bergerak. Kelelawar pada saat terbang, mengeluarkan suara berfrekuensi tinggi (ultrasonik) yaitu sekitar 50 Khz yang tidak dapat ditangkap telinga manusia. Manusia hanya dapat menangkap suara pada kekuatan frekuensi 3-18 Khz. Sedangkan pembagian ordo Chiroptera yang baru diklasifikasikan menjadi Vespertilio niformes dan Pteropodiformes.

            Kelelawar termasuk hewan nokturnal, karena mencari makan pada malam hari dan di siang hari melakukan aktivitas tidur dengan cara bergantung dengan kakinya, menyelimuti tubuhnya dengan sayap ketika dingin dan mengipaskan sayapnya jika keadaan panas. Untuk penangkapan chiroptera, lebih efisien jika dilakukan ketika malam hari. Adapun alat dan bahan yang digunakan yaitu, mistnet sebagai alat penjerat untuk menangkap kelelawar dan tali rafia sebagai pengikat mistnet pada pohon. Cara penangkapan chiroptera yaitu menentukan lokasi yang menjadi jalur terbang kelelawar, memasang jaring kabut (mistnet) dan dibiarkan selama satu malam atau sampai ada kelelawar yang tertangkap.

Comments

Popular Posts